Sabtu, 10 Desember 2011

Guru Besar Kala Hitam Kancho Winta Meninggal Dunia

Medan, 26/7 (ANTARA) – Guru besar Perguruan Karate Kala Hitam Kancho Winta Karna meninggal dunia, Senin (26/7) 2011 pukul 00.20 WIB di Rumah Sakit Methodis Medan akibat sakit.

Almarhum yang merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara pasangan Irawan dan Misnariani ini dilahirkan di sebuah desa Tigan Derket, sekitar 15 km sebelah barat kota Kabanjahe, ibukota Kabupaten Karo, Sumatera Utara 23 April 1944.

“Almarhum meninggal di usia 67 tahun dan meninggalkan tiga orang anak dan seorang cucu,” kata salah seorang murid almarhum Brilian Moktar yang memagang sabuk Hitam DAN II.

Sebagai insan karate dari Perguruan Kala Hitam, katanya, dirinya sangat kehilangan seorang tokoh karate nasional yang tegas, memiliki prinsif dan penuh pengabdian sampai akhir hayat.

Sampai saat ini almarhum memiliki puluhan ribu kader dari Kala Hitam (Kio Khushinkai Khan).

“Saya selaku wakil rakyat sangat mengharapkan agar pemerintah daerah dapat memberikan penghargaan atas pengabdian dan jasa almarhum dalam pengembangan olah raga karate di Indonesia,” kata anggota DPRD Sumut ini.

Politisi dari PDI Perjuangan ini juga menilai almarhum memiliki sifat tegas terutama pada saat latihan, tanpa pandang bulu apakah muridnya pejabat maupun bukan.

Almarhum memiliki prinsif bahwa Kala Hitam adalah aliran “full contact”. Beliau tidak pernah merubahnya menjadi “no contact body”, walaupun Kala Hitam menjadi keanggotaan Forki Indonesia.

Sampai akhir hayatnya, ada tiga pengabdian dan prinsip yang tetap dipegang teguh, yakni walaupun banyak murid-murid nya yang berbeda pendapat, bahkan ada yang membuka perguruan baru, namun beliau tetap sabar dan tegar.

Tidak sekalipun almarhum berkeinginan menempuh jalur hukum dan juga beberapa hari sebelum almarhum menghembuskan nafas terakhir yakni pada Minggu (24/7) Kala Hitam masih melaksanakan Gashuku dan latihan di Parapat Danau Toba.

“Ini semua atas kecintaan almarhum kepada murid-murid nya dan Kala Hitam. sekarang Kanco sudah pergi untuk selama lamanya meninggalkan murid- murid yang juga dimandati menjalankan Perguruan Kala Hitam,” kata Brilian.

Salah seorang teman karib almarhum, HA Ronny Simon, mengatakan, almarhum memiliki pribadi sebagai pendidik, tegas dan juga pelindung. Berkat perjuangan beliau sampai saat ini perguruan Kala Hitam sudah berkembang pesat.

Bukan hanya di Sumatera Utara, namun juga di beberapa kota di provinsi lainnya baik di Sumatera maupun di Jawa.

“Sejak Kala Hitam didirikan tahun 1972, sampai sekarang banyak murid-murid almarhum yang menjadi pejabat di berbagai instansi di negeri ini. Beliau juga merupakan anggota PWI Sumut dan kita tentunya merasa kehilangan atas berpulangnya beliau,” katanya

Kancho Winta Karna- Jadikan Sabuk Hitam Pengekuh Semangat Raih Sukses

http://www.medanbisnisdaily.com/functs/viewthumb.php?id=jadikan_sabuk_hitam_pengukuh_semangat_raih_sukses_826.gif&w=545
Olahraga Senin, 04 Jul 2011 08:29 WIB
Kancho Winta Karna
Jadikan Sabuk Hitam Pengukuh Semangat Raih Sukses
MedanBisnis - Medan. Guru besar perguruan karate Kala Hitam, Kancho Winta Karna berharap setiap sabuk hitam yang disemat kepada para atletnya, hendaknya dapat dijadikan sarana untuk mengukuhkan semangat dalam meraih sukes cita-cita.
Hal itu dikatakan Kancho Winta Karna ketika melepas salah seorang atlet Kala Hitam, Armen Lukito ke Singapura untuk melanjutkan jenjang pendidikan, di markas Kala Hitam, Musium Pejuang TNI, Jl. HZ Arifin, Medan, Sabtu (2/7). Armen Lukito, putra dari Herman Hadi Lukito, mendapat beasiswa kuliah di salah satu universitas ternama di negeri tetangga itu.

Kancho Winta Karna (Dan VIII) dengan tegas mengatakan kepada murid-murid perguruan Kala Hitam, jangan jadikan karate untuk merubah cita-cita yang selama ini sudah terpendam dan mengalir sejak menduduki SD SMA. “Justru jadikanlah karate sebagai salah satu anak tangga untuk meraih sukses.” sebut Kancho Winta Karna.

Tetapi, hendaknya karate menjadi salah satu anak tangga dari beberapa tangga untuk meraih kesuksesan. “Jangan pernah sekali-laki berupaya untuk merubah cita-cita. Kesuksesan itu timbul dari diri sendiri bukan karena belajar ilmu beladiri kareta,” sebut Kancho Winta Karna, murid langsung dari Sosai Masutatsu Oyama (DAN-X) pendiri aliran Kyokushinkai ini.

Diharapkan kepada semua penyandang Sabuk Hitam, bisa sukses di bidang masing-masing. Dengan kita menyandang sabuk hitam, hidup bisa memiliki motivasi lebih tinggi, dan pantang menyerah. Demikian juga bagi yang melatih, hendaknya para guru bisa menjadi tempat mengadu bagi yang mencari solusi,” ungkapnya lagi.

Dalam kesempatan ini, Kancho juga bangga dengan apa yang dicapai Letjen Pramono Eddie Wibowo, yang telah dilantik sebagai KSAD pada 30 Juni lalu, di mana Letjen Pramono, sebutnya, juga merupakan salah satu pemegang sabuk Kala Hitam. “Beliau sebagai contoh yang berhasil. Setelah memegang sabuk hitam, tetap menekuni karis di kemiliteran sampan ke jenjang tertinggi di Angkatan Darat”. (bambang r)

Rabu, 07 Desember 2011

Sejarah Mas Oyama & Kyokushin hingga Kala Hitam

Sejarah Mas Oyama & Kyokushin hingga Kala Hitam
Kyokushin adalah sebuah aliran karate yang didirikan oleh Masutatsu Oyama. Aliran ini menekankan latihan fisik dan full-contact kumite, yakni latih-tanding / "sparring" tanpa pelindung. Kyokushin memiliki arti kebenaran tertinggi, yang diyakini oleh Mas Oyama sebagaimana karate itu seharusnya diajarkan dan dipelajari.

Masutatsu Oyama lahir sebagai seorang Korea yang bernama Choi Hyung Yee. Sewaktu kecil di Korea, beliau mempelajari seni bela diri Korea yang bernama Chabee. Chabee mendapat pengaruh dari seni bela diri Tiongkok "Seni 18 Telapak Tangan" yang dikembangkan lebih lanjut oleh orang Korea menjadi Chabee. Sejak kecil, Choi Hyung Yee bukanlah seorang anak yang diam saja dan bersabar kalau diganggu. Beliau sering terlibat dalam perkelahian, apalagi kalau beliau atau teman-temannya diganggu. Kepribadian yang agresif inilah yang beliau wariskan ke Kyokushin menjadi sebuah aliran yang menekankan offense, dan pentingnya menjatuhkan lawan secepat mungkin.

Pada waktu Perang Dunia ke 2, Choi Hyung Yee pindah ke Jepang dan mendaftarkan diri sebagai mekanik pesawat tempur. Di Jepang, beliau tinggal bersama keluarga perantuan dari Korea dan mengadopsi nama keluarga mereka, Oyama. Pada saat itu banyak orang perantauan yang mengadopsi nama Jepang agar mudah berbaur dan diterima masyarakat Jepang. Setelah perang usai pada tahun 1945, beliau mempelajari karate Shotokan dari guru besar Gichin Funakoshi. Pada saat yang bersamaan, beliau bertemu dengan sesama perantauan dari Korea bernama So Nei Chu. So Nei Chu mewarisi Goju-Ryu dari Gogen Yamaguchi, dan Mas Oyama mempelajari Goju-Ryu dari So Nei Chu.

Sewaktu di Jepang, kepribadian yang agresif dan tidak mau kalah masih melekat kuat pada diri Oyama muda. Di Tokyo, beliau sering terlibat perkelahian dengan para gangster Jepang maupun tentara Amerika yang bertugas di Jepang. Beliau pernah secara tidak sengaja membunuh seorang gangster Jepang yang terkenal ahli menggunakan pisau (Akhirnya beliau dibebaskan dari tahanan dengan alasan membela diri). Oyama juga dijuluki "Superman dari Timur" oleh masyarakat setempat karena sering membela orang-orang lokal dari tentara Amerika yang berbuat onar. Setelah beberapa saat, Tokyo menjadi tidak aman lagi bagi Mas Oyama, karena beliau dicari oleh banyak pihak yang ingin membalas perbuatannya. Atas saran So Nei Chu, Mas Oyama akhirnya mengasingkan diri ke sebuah gunung untuk merenungkan tujuan hidupnya.

Selama dalam pengasingan, beliau hidup sebagai layaknya seorang Yamabushi (Prajurit Biksu). Menghadapi kerasnya tempaan alam, beliau banyak mendapat inspirasi dari kisah hidup Miyamoto Musashi, seorang ahli pedang tersohor di Jepang. Setiap hari beliau berlatih mendalami ilmu bela diri serta bermeditasi untuk merenungkan hidupnya. Setelah beberapa saat, beliau merasa latihan di gunung sudah cukup dan memutuskan untuk turun ke kota.

Mas Oyama mengikuti kejuaraan karate dan menjadi juara. Akan tetapi, beliau masih merasa kecewa dengan kemampuan yang dimilikinya. Merasa masih belum mampu menerapkan apa yang telah dipelajarinya pada pertarungan yang sesungguhnya, Mas Oyama mencukur habis rambutnya dan sekali lagi naik ke gunung untuk berlatih.

Setelah lebih dari setahun di gunung, Mas Oyama akhirnya turun untuk menguji hasil dari latihannya. Di sebuah desa, ada seekor banteng yang akan dijagal. Beliau meminta ijin untuk menjatuhkan banteng tersebut dengan tangan kosongnya. Akan tetapi, beliau gagal pada usaha pertamanya. Setelah dipukul, banteng tersebut marah dan mengobrak-abrik kerumunan orang-orang di sekitarnya. Mas Oyama tidak menyerah. Beliau berhari-hari mempelajari banteng-banteng tersebut. Setelah itu, beliau mencobanya lagi. Banteng tersebut jatuh dengan sekali pukul ke arah kepalanya. Berita tentang seorang karateka menjatuhan banteng dengan kepalan tangannya menyebar dengan cepat. Selain itu, beliau juga mengadakan perjalanan keliling Asia Tenggara mengadakan demo dan menantang banyak aliran di dalam maupun luar Jepang. Hal ini menimbulkan banyak sensasi dan mempopulerkan Karate di dunia internasional.

Dengan modal ketenaran inilah, Mas Oyama lalu mendirikan sebuah dojo karate di Tokyo. Karate di dojo ini menekankan pentingnya latihan full-contact kumite (latih-tanding tanpa pelindung). Menurut beliau, full contact kumite merupakan hal yang penting untuk mengasah semangat dan ketrampilan berkelahi. Hal ini sempat menimbulkan ketegangan dengan tetua-tetua dari aliran karate lain yang berpendapat bahwa praktek aplikasi karate secara langsung itu berbahaya dan tidak perlu.

Puncak ketegangan ini muncul pada tahun 1960an. Pada waktu itu, petinju Muay Thai menyatakan bahwa Thai Boxing adalah seni bela diri yang terkuat, dan ia telah mengalahkan banyak wakil aliran bela diri, termasuk karate Jepang (Pada waktu itu, karate sedang populer di dunia internasional, dan petinju Muay Thai ini ingin memanfaatkan kesempatan untuk mencari nama). Petinju Muay Thai tersebut meminta wakil resmi dari Jepang untuk menjawab tantangannya. Sikap resmi dari aliran-aliran Karate di Jepang adalah untuk tidak melayani tantangan tersebut, karena tujuan dari Karate adalah untuk membina mental dan salah satu dari perwujudan penempaan mental tersebut adalah untuk menghindarkan dari perkelahian yang tidak perlu. Akan tetapi, Mas Oyama berpendapat bahwa Karate memang bukan untuk mencari masalah. Tetapi apabila masalah itu datang dengan sendirinya, lari dari masalah adalah tindakan pengecut. Beliau mengirim 3 murid terbaiknya ke Thailand untuk bertanding dengan aturan Muay Thai. 2 dari 3 muridnya tersebut menang dan mereka kembali ke Jepang dielu-elukan sebagai pahlawan yang mengangkat harga diri Jepang. Hal ini menambah ketegangan antara aliran Oyama ini dengan aliran-aliran Karate yang lain, sehingga banyak aliran lain yang menjuluki aliran Oyama sebagai "bukan Karate" dan "ilmunya para berandalan".

Mas Oyama tidak ambil pusing atas tanggapan tersebut. Beliau secara resmi mendirikan Kyokushin yang berarti kebenaran tertinggi yang beliau yakini sebagaimana Karate seharusnya diajarkan dan dipelajari. Beliau mengadakan turnamen-turnamennya sendiri merespon dilarangnya Kyokushin mengikuti pertandingan-pertandingan Karate. Meski di-'anak-tiri'-kan, Kyokushin berkembang pesat di dalam maupun di luar Jepang, terutama karena beberapa generasi pertama Kyokushin banyak menantang berbagai aliran bela diri di Asia maupun di negara-negara Barat.

itu adalah sebuah kisah tentang perjalanan lahirnya karate kyokushin yang pada akhirnya telah merambah ke Indonesia sebagai salah satu contoh yang telah berhasil mengembangkan karate kyokushin adalah KALA HITAM KYOKUSHINKAI-KAN